Tiwul menjadi buruan pemudik untuk menjadi oleh-oleh saat kembali ke perantauan.
Tiwul adalah makanan tradisional dari Gunung Kidul yang terbuat dari olahan singkong. Makanan ini sangat unik, selain rasanya yang sangat khas, Tiwul ini juga bisa dijadikan sebagai makanan pengganti nasi.
Makanan ini sudah terkenal sejak jaman dahulu dan menjadi salah satu warisan kuliner bagi masyarakat Yogyakarta, terutama daerah Gunung Kidul.
Tiwul termasuk makanan yang sangat bersejarah karena sudah ada sejak jaman dahulu. Menurut sejarahnya, pada jaman penjajahan dulu makanan ini dijadikan makanan pokok bagi masyarakat dan dimakan bersama lauk pauk serta sayuran. Setelah jaman penjajahan pun, makanan ini masih tetap berfungsi sebagai makanan pokok apabila stok beras habis sebelum masa panen.
Di Gunungkidul harga tiwul dibandrol antara Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu, pembeli sudah mendapat satu besek tiwul siap saji.
Proses pemasakan yang sempurna dengan kayu bakar, dan tanpa pengawet hanya bisa bertahan satu hari dan jika dimasukkan ke dalam kulkas bisa tahan dua hari. Kalau dibawa ke Jakarta atau luar Jawa, bisa membawa tiwul dan gatot instan, karena tak menggunakan pengawet.
Tiwul dibuat melalui beberapa proses. Dalam proses pembuatannya, singkong di kupas dan di jemur hingga kering. Singkong yang sudah kering tersebut oleh masyarakat Jawa biasa di sebut dengan gaplek. Gaplek ini kemudian ditumbuk hingga halus dan menjadi seperti tepung. Lalu tepung tersebut di kukus hingga matang dan menjadi Tiwul. Dalam penyajiannya, biasanya Tiwul di sajikan dengan ditaburi parutan kelapa. Namun bisa juga di sajikan bersama dengan lauk pauk atau sambal.
Tiwul memiliki rasa yang sedikit manis dan memiliki aroma alami dari singkong, sehingga memiliki cita rasa yang khas pada makanan ini. Selain itu teksturnya yang pulen dan menggumpal memberikan sensasi tersendiri saat kita menyantapnya. Tiwul ini dipercaya sangat berguna bagi tubuh kita, karena mempunyai kandungan kalori yang lebih rendah dari pada nasi. Tiwul ini juga dapat mencegah penyakit seperti maag dan penyakit perut lainnya.
Pemerintahan Gunungkidul telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran organisasi perangkat daerah, menjadikan tiwul sebagai menu utama dalam rapat. Tujuannya, yakni melestarikan makanan tradisional khas Gunung Kidul dan menggerakkan ekonomi masyarakat.
Masyarakat Gunung Kidul itu mayoritas petani, salah satu hasil panen yakni ketela. Ketela ini bahan utama pembuatan tiwul. Dengan mengkonsumsi tiwul, artinya kita ikut menggerakan ekonomi petani.Pemerintah Gunungkidul juga telah menginstruksikan kepada pelaku wisata membantu mempromosikan makanan lokal khas Gunung Kidul, khusus tiwul kepada wisatawan. Sepanjang jalur wisata, masyarakat menjual makanan lokal dari belalang sampai tiwul.
Masyarakat Gunung Kidul itu mayoritas petani, salah satu hasil panen yakni ketela. Ketela ini bahan utama pembuatan tiwul. Dengan mengkonsumsi tiwul, artinya kita ikut menggerakan ekonomi petani.Pemerintah Gunungkidul juga telah menginstruksikan kepada pelaku wisata membantu mempromosikan makanan lokal khas Gunung Kidul, khusus tiwul kepada wisatawan. Sepanjang jalur wisata, masyarakat menjual makanan lokal dari belalang sampai tiwul.